Pagi itu kurasakan tak seperti biasa. Rasa ngantuk dan dingin tidak lagi
menjadi alasan untuk aku terlambat ke sekolah. Padahal, hari itu adalah hari
pertama masuk sekolah setelah libur panjang selama sebulan lebih. Kulangkahkan
kaki meninggalkan rumah menuju tempatku menuntut ilmu menelusuri jalan yang
berjarak ± 2 km. suasana jalan raya
masih sepi, mungkin karena masih terlalu pagi dan mungkin juga itu adalah satu ciri
dari pedesaan.
Sesampaiku di sekolah, aku mulai menjumpai beberapa siswa yang tengah
membersihkan ruangan kelasnya. Aku terus
berjalan menuju ruang kelasku, lalu kuletakan tas di atas meja. Tak kupedulikan
sampah yang berserakan diruangan, kusandarkan badan dikursi untuk menghilangkan
lelah sambil menunggu seorang yang menjadi putri dalam kisahku. Sesekali aku
memandang kearah jendela kelas
untuk memastikan kedatanganya. Sambil menunggu, aku mulai membayangkan apa
yang akan terjadi nanti jika aku menemuinya. Tengah membayangkan, tanpa sengaja
pandanganku mengarah pada pintu gerbang sekolah. Aku dikejutkan oleh sosok wanita dengan rambut
terurai dan tas hijau yang menggantung pada bahu kananya sedang berjalan menuju
ruang kelasnya. Tidak salah lagi, Dia adalah Putri Komik yang sedang kunanti
kedatanganya.
Kurapikan baju dan kubentuk rambut ini hingga menyerupai bentuk Menara
Eifel untuk mencuri perhatianya. Lalu aku mulai melangkah menghampiri wanita
anak Guru Matematika itu. sampai disana kudapati Ia sedang merapikan meja dan
kursi tempat duduknya. Melihat kedatanganku, Dia langsung melemparkan senyuman
khas yang dimilikinya padaku. Aku terus
melangakah mendekatinya seraya menglurkan
tangan untuk bersalaman. Kuhelakan nafas panjang lalu ku coba tanyakan
keadaanya, iapun menjawab pertanyaanku dengan lembut. Tak lama kemudian
teman-teman sekelasnya berdatangan dan mulai
membersihkan ruangan kelas sehingga suasana hening di pagi itu berubah
menjadi berisik. Akupun bergegas meninggalkan kelas itu.